Sabtu, 06 Agustus 2011

Surat Buat Pak Presiden

Wahai Pak Presiden
Di sini, aku berkawankan sunyi, membentang angan nan tak ingin ku camkan
Akan titah mu sebagai harapan, namun semua buyar
Seiring air hujan, menyapu jendela hati, mencipta rangkaian sandi
Basah, perih

Wahai Pak Presiden
Di sini, aku murung, melebur bersama hati ke hati
Mengkaji kinerja janji -mu- sebagai dewa kami
Namun, sumpah telah menjelma sampah
Seiring nyata, satu persatu membelalakkan kedua bola mata
Busuk, hina

Ku tegar
Ku berani
Memaksa sang pena berlenggok gaya  memainkan perannya
Menari di hamparan carik putih, meski tak wangi sekelas kertas mu kini
Hanya hanyir, amis dan lembab, ya itulah kertasku juga diriku
Tapi aku tak malu

Kini, singkirkan masalah tak bermutu itu
Jika sekedar membahas perbandingan ku dan mu, kau tak akan pernah percaya
Mungkin kedua bola mata mu akan pecah, menjadi air mata darah
Menggenang di atas tahta singgasana, merubah yang kau puja
Emas, menjadi merah
Lalu, bagaimanakan dengan yang lain?

Wahai Pak Presiden
Bacalah, simaklah dan lihatlah
Bersama sahabat ku sang pena, ku ramu semua cerita yang tak kau tahu
Menjadi satu berita, hanya untuk mu
Suguhan istimewa, derita dan bahagia, kasta rendah di atas meja yang mulia

I
Bacalah Pak Presiden

Bacalah keseluruhan hati kami, jangan kau baca hati mu sendiri
Tatkala kabut derita menyapa saudara kami, pilu, miris, perih kami melihatnya
Anak-anak kelaparan, tua renta kedinginan bahkan banyak ribuan tangan menadah
Bukan untuk meminta-minta, sekedar mengisi jiwa dan nyawa yang selama ini dikira
Kau dimana, kau dimana?
Tak disangka kau kirim kaki tangan bak malaikat syurga, disebalik tanduk neraka
Pahlawankah mereka,?
Kau kirim sebagai awalan dan kau hadir sebagai akhir pemanis buatan
Membawa ratusan, bahkan ribuan lembar pundi-pundi kehidupan
Demi menenangkan, namun tak kesampaian
Memakan daging saudaranya sendiri, lebih hina dari anjing masa kini

II
Simaklah Pak Presiden

Simaklah di sekeliling, mereka yang telah mengangkat mu, adakah perubahan berarti?
Untuknya setelah kau terbang meninggi, bak Tuhan nan tak terjamah lagi
Picik, sungguh tak adil, kau mencuci mulut mu selepas memakan dari bawah tanah mu
Mendahulukan tak seharusnya, dan menunda seharusnya diakhiri
Mungkinkah kau takut? Tikus berdasi menggerogoti hingga terjatuh
Mencabik jas mewah mu hingga lusuh
Kalah, lantas apa gunanaya kuasa?

III
Lihatlah Pak Presiden

Lihatlah di sebalik nilai gelar mu kini, jangan kau amati materi kami
Mungkin kau telah menyadari, mahalnya arti nilai buku dan bangku
Bak preman berkuasa, dia mengamuk merajalela, memeras keringat kami
Dingin tak kuasa lagi, lantas mana solusi kini?
Tutup matakah, kini kami hanya merendah, binasa oleh harta dan harga
Selaksa kerikil, tak terlihat dan dilupa, oleh mereka yang menyapa


Salam Pak Presiden
Bukan kami memvonis mu sebagai tersangka akan derita kau duafa. Kami hanya ingin kedua matamu terbuka, masih ada kami yang terlupa, seperti debu mudah di hilangkan bila tak di suka. Kinerja mu adalah dewa, sayangnya masa mu adalah salah

salam Hormat


Empat Hal Tentang Kehidupan ~ puisi Malam, Pagi, Siang dan Sore

Coba tanya diri anda masing – masing. Apa arti hidup menurut anda?
Hidup adalah …. .
Coba isi titik – titik yang tersedia setelah kata adalah. Pertanyaan ini sederhana, namun saya yakin isinya pasti beragam. Bisa jadi hidup adalah perjuangan, atau hidup adalah tantangan, atau hidup adalah perjalanan, dll.

Apakah arti hidup?  Bagaimana saya dapat menemukan tujuan, pemenuhan dan kepuasan dalam hidup? Apakah saya memiliki potensi untuk mencapai sesuatu yang memiliki makna yang kekal? Banyak orang tidak pernah berhenti mempertanyakan apakah arti hidup itu. Mereka memandang ke belakang dan tidak mengerti mengapa mereka merasa begitu kosong walaupun mereka telah berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan.

Jawaban dari pertanyaan tadi bisa jadi beragam, namun ada satu hal yang perlu diperhatikan : Jawaban dari pertanyaan tersebut mencerminkan keyakinan anda atas kehidupan. Orang yang meyakini bahwa hidup adalah perjuangan akan melihat bahwa hidup adalah sebuah perjuangan yang harus di perjuangkan. Maka dari itu, hari hari dalam hidupnya akan dijalani dengan berjuang. Sedangkan orang yang meyakini bahwa hidup adalah tantangan, akan melihat bahwa hidup yang dijalaninya adalah tantangan yang harus di pecahkan. Dia akan menjalani kehidupannya dengan “memecahkan tantangan”. Orang yang meyakini bahwa hidup adalah perjalanan akan melihat bahwa hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang harus dicapai tujuannya. Maka dari itu dia akan menjalani kehidupannya dengan “berjalan” diatasnya

Jadi, dalam hal ini saya akan mencoba membuat kehidupan itu menjadi empat hal yang dimana di dalamnya akan mencakup berbagai hal, baik permasalahan sosial, pribadi maupun moral dan agamis. Tentu dengan gaya bahasa puisi dan bernafaskan gaya bahasa yang masih standar dan awam, Empat hal itu akan saya bagi menjadi  "istilah hari, waktu", yaitu : Malam, Pagi, Siang dan Senja. Bilamana terdapat hal yang berbeda dan terkesan "aneh, salah", mohon kiranya jadikan apa yang salah tersebut menjadi benar dalam proses PEMBELAJARAN. Karena bagi saya, Ilmu pada dasarnya adalah sama, hanya unsur-unsurnya saja yang berbeda, tetapi tetaplah satu tujuan, yaitu "ilmu dalam mencapai kebaikan". Bilamana ilmu itu sudah berada pada tingka yang tinggi, sebisa mungkin janganlah congkak. Lihatlah kebawah, kita ini siapa dan apa sebelum merupa apa??
Dan bila ilmu yang kita miliki adalah taraf rendah,  janganlah sekali pun resah dan menunduk malu. Dengaklah, dan lihat ke atas, pandanglah mereka, kenapa mereka bisa??? Tentu karena ada niat dan usaha untuk merubahnya. Jadi, pandanglah segalanya setara bukan membeda-bedakannya

I
MALAM
gelap, pekat, hitam, dan dosa

Di penghujung hari, detik, perlahan pun mati
Terlihat, tak lagi bercahaya
Terang menghias dunia
Hanya pekat, gelap, serasa buta kedua mata
Padahal lensa tetap berkaca-kaca

Inikah akhirnya
Tak lagu ku mampu membaca
Sabda dan titah nan terpilah, tepat di kedua mata

Aku takut
Aku takut
Tatkala lampu dunia padam, ataukah ia membenamkan diri?
Aku tak lagi kuasa menyimak, hanyalah hamparan dosa nan tampak
Di celah sudut, berkawan pijar tua serta lilin hemat
Tatkala hati mati mengucap nama, terkubur entah dimana?
Aku tak mampu lagi berkata-kata, hanyalah air mata nan berbicara
Di dalam runag hampa, hikmat beruara

tuhan
Tuhan
Semburat pilu terus mengaduh
Membucah rinai merupa telaga sungai
Terhempas membasahi dekap dan sajadah
Adalah aku yang penuh dosa
Insan nan lemah

II
PAGI
fajar, niat, semangat, dan taubat

Riuh kokok kerap gaduh, bising memeka telinga
Namun bukan pertanda akan amarah, inilah waktunya
Dunia berbicara dalam kalimat fajar

Detik berlalu, melibas angka mati
Mencipta hitam putih, dalam bingkai tak berkaca lagi
Pun mentari turut menyapa, tersenyum simpul penuh makna
Semangat membara

Bersama fajar, aku belajar
Melepas amarah penuh dosa, nan tertumpuk menjadi sampah
Bersama fajar, aku belajar
Melarung resah sisa dosa, dalam telaga penuh cahaya

Lepas
Lepas
Terbebas
Bersama fajar menyongsong masa depan
Bangkit dari tidur panjang, menyibak serpihan kelam

III
SIANG
cahaya, terang, keringat, dan pahala

Malam berlalu, fajar pun menyingsing tanpa ragu
Melepas topeng tak lagi menyamar, menjadi pahlawan bagi setiap insan
Pun tapak tak lagi terpagut ragu, akan jejak penuh tipu daya
Kian kuat, kuat tak tergelalak

Siang menjadi saksi, akan peluh nan tertumpah tindih
Masihkan ku bisa berharap
Hal terbaik dalam satu putaran sebab

Hai terik
Kau tak lagi terlihat fasik, kau bringas dan buas
Meski amarahmu kerap melumat,  peluhku senantiasa beramanat
Menjawab tiap titik pahala, di hari aku akan binasa

Ragu
Tak lagi mengidolakanmu
Meski tawa setan membahana, setia adalah utama
Sebaik-baiknya cahaya
Meski senyum tetap terjaga, dari cibir pecundang hina
Adalah aku, cahaya
Yang telah berubah

III
SORE
senja, jingga, lelah, dan kematian

Ku jalani hidupku tanpa kepastian
Dahulu
Kulewati hariku dengan keraguan
Dahulu

Mungkin suatu kebaikan atau juga keburukan
Mungkin suatu kebahagian atau juga kesedihan
Hanya ada ketidak tahuan atas kemungkinan dan juga kepastian

Adalah kejutan dalam hidup yang penuh tantangan
Kurasakan apa yang bisa kurasa
Kulihat apa yang dapat kulihat
Kujalani apa yang mampu kujalani
Kupeluk , kuraih dan kusembunyikan
Dalam kematian senja



Kesimpulan :
Berbagai macam ajaran mengenai hakekat hidup dan tujuan hidup telah berkembang. Masing-masing berbeda tentang pengertian dan tujuan hidup. Hanya Al Qur’an lah yang dapat menjelaskan arti dan tujuan hidup manusia secukupnya sehingga dapat dipahami oleh setiap individu yang membutuhkannya.

Jakarta :
Ridwansyah Ar Rasyd

Kamis, 07 April 2011

Roda Tanya

Langit masih saja kelam
Sampai kapankah
Apakah hingga mata buta
Tak mampu terbuka secara nyata
Ataukah hingga surya menganga
Mencari jalan keluar dan mati

Entahlah
Setidaknya tetaplah semua ada
Meski beda satu arah
Biarkanlah semuanya berirama
Mereka yang menentukan
Bukan kita yang menciptakan

Langit boleh saja tinggi
Dan bumi boleh saja mendalam
Tetapi bila masa tiba
Suapun akan menjadi neraka
Tak ada lagi harta
Nyawa, tawa, senyum serta amarah
Yang ada hanyalah air mata
Mungkin
Jika air mata itu masih tersisa

Matikah
Hidupkah
Adakah semuanya sama
Bila roda masih setia didalamnya
Lantas dimana letak keadilan itu


Mungkin benar, adakalanya kehidupan itu akan terus berputar. Hanya, sampai kapankah kehidupan roda itu terus berputar, iya jika mereka yang tengah berada diatas masih leluasa menari-nari diatas penderitaan kaum terbawah. Lalu bagaimanakah dengan mereka yang berada dibawah ?? Entahlah, mungkin hanya air mata serta do'a sajalah, semuanya akan terjadi dan mampu untuk bisa diberikan, setidaknya "itulah' yang selama ini sedang terjadi. Lalu, dimanakah letak keadilan itu sendiri ??

hanya tuhanlah yang tahu jawaban sebenarnya, kita harus percaya dan menerimanya

Rabu, 06 April 2011

Sandal Lusuh Diatas Tikar

Gerimis air germcik bisik
Menyapa telinga nan tengah bisu surau
Selaksa mata, tertutup tanpa rasa
Memeka meski tak menyakiti
Mengusik meski tak terusik

Oh......
Terkejut aku,
Terlihat sosok pemuda tampak lusuh datang menghampiriku
Dengan terhuyung, dia mencoba berjalan tegar menuju alas tikar panjangku
Meski berjalan separuh alas sendal dikakinya
Dia kuasa melampaui medan dirinya
Berusaha sandar rebah ditempat sama dengaku
Hebat pikirku

::
Hai sang pemuda
Ada apa disebali lusuh alurmu, mengapa engaku terseok patah dihadapku.
Dan kau robek pula anyam lembutku oleh separuh sandal hitam lusuhmu
Bukankah kau tadi menggelora bak dewa
hingga matapun terperangah
Adakah engkau menghormati mereka yang berada diatasmu
Yang telah mencuri jiwa serta separuh sandalmu

Pandanglah sekelilingmu
Ribuan daun ilalang menertawakan air mata jatuhmu
Putik dan dahan mencibir halus lusuh koyakmu
Bahkan puanipun tak sudi bersurau untukmu

                    ::
                    Lihatlah sandalku
                    Adakah dia menghormatimu, aku, ataupun mereka
                    Ketika tak ada lagi sepasang sandal dialas kakiku
                    Nan tengah terluka darah kuat kokoh dialas tikarmu
                   
                    Aku hanya ingin berbesar hati menerima tampik diri
                    Biarlah semua mencibir bisu
                    Baik dihadapku maupun diseballik dahan baja itu
                    Karena mereka tak tau arti separuh sandal itu
                    Nan tengah meringis oleh simbah darahku

Sang Pemberi Pelajaran Tanpa Kamus

Derung motor
Mengglegar di pagi nan buta
Membelah paksa ruang nan  menyibakan mata

                    Rong.. rong.. rong..

Oh
Suara bising  kejutkanku,
Dan aku berlari menghampiri
Hanya tuk isyaratkan rasa
Terbuka untuk ada
Terimakasihku untuknya
Kamus tanpa nama

                    “Yah, terimakasih”,
Ucapku pada beliau, seraya senyum manis
                    “Untuk apa kau berterimakasih?”,
Sahut beliau terheran .
                    “Untuk semua yang sudah ayah berikan padaku”,
Sambung-ku menjawab pertanyaan balik sang ayah
Dengan senyum terindah serta sumringah
Beliau menjawab ;

Beginilah nak,
Arti hidup sebuah tanggung jawab.
Kau kelak juga akan merasakannya, ketika beban itu sudah berada dipundak serta raga sapa
Jangan sekalipun kau mengeluh pilu dan lusuh
tetapi, perlihatkan serta berikanlah apa dan apa dari  hasil yang terbaik untuk keluargamu kelak
Itulah makna sebuah harga, harga mati arti sebuah keluarga
Pemberi pelajaran tanpa kamus terbaca,

Ku ternganga
Membisu tanpa suruh
Menadah kesan dari setiap lisan
Tentang arti makna
Yang bahkan diwaktu, ku tak pernah bisa menjaga
Serta membayangkannya

Waktu bergulir,
Hingga kedua tangan tak lagi berpangku musam
Pikirpun kian  berkembang.
Dirimu telah dimakan usia alam
Namun sosokmu masih seperti awal kehidupan
Tetap semangat dan bersahaja.
Dalam setiap perjalananmu dan aku
Selalu ada dirimu
Yang menjadi sumber inspirasiku.
Didadanya ku sandarkan segala gundah,
Ditangannya kuselipkan sejuta asa. 
Peluh harga
Sang pemberi tanpa kamus makna

Dalam Sepi Ada Do'aku Untukmu (dialog dua bersaudara)

Karya ini adalah persembahan dari kami berdua sebagai saudara, yang saling mengisi dan saling memberi antar satu sama lain, dimana kejujuran dan keterbukaan senantiasa selalu ada, meski jarak terkadang menjadi pemisah untuk bisa saling bersua. Tetapi hal itu tidaklah menjadi penghalang berat untuk terus menjalin tali silaturahmi sebenarnya


Yuyun Murfadis Enji 
Andai malampun datang
Sekedar melihat hatiku
Resah, galau penuh tanda tanya
Sebuah perasaan
Nan penuh sayang akan dirimu

Saat rancu bergelayut diruas wajahmu
Ada guratan rindu akan lantunan doa untukmu
Kini hingga saat kamu terbosan
Mengerti
Jangan jadikan aku gugusan bintang tak bertuan
Tapi jadikanlah segala nan indah
Berwarna, silau dan nyata
Yang sanggup menerangimu
Hingga ujung waktu

Sampai kamu tau
Aku mampu menjadikan
Kamu bintang hidupku
Karena kaulah adikku

Ridwansyah Murfadis
Meski kekuatan malam
Hendak meragas limpahan pesona kejora kelam
Nan tak bertepi nafasmu
Mengalir dalam rongga nafasku

Aku tetap meninggikan ragu
Dimanakah senjaku
Nan dahulu riang bermandikan pasir salju

Air mataku kian simbah terjatuh
Terkadang raga malu mendapati
Air mata ini menjadi titik caci
Kelemahan yang tak sepatut dilahap isi

Yuyun Murfadis Enji
nafasmu yang mengalir dalam nafasku
Terlihat ketakutan kehilangan akan nafasmu
Kuusapkan telapak tangan hangatkuku ke wajahmu yang pucat
Kemarilah, dalam peraduanmu
Hentikanlah, seka air matamu
Agar segera hilang

Akan ikut menyatu kegalauan kasih dalam derita
Telah terpatri janji pada kedalaman nurani
Karena aku percaya pada alam
Biarkan sang waktu yang memainkan peran
Tak akan kutinggalkan hatimu yang manangis pilu

Ridwansyah Murfadis
Ketika malam tiba
Rerimbun bunga menguncupkan kelopak dan tidur
Memeluk arti kerinduan
Tatkala fajar menyapa
Ia ringan membuka bibir hangatnya
Demi menyambut ciuman mentari

Sekuntum bungapun kembali
Dengan kerinduan serta buah pengabulan
Seteres airmata dan seulas senyuman
Itu yang mampu aku berikan

Duhai kakaku

Yuyun Murfadis Enji & Ridwansyah Murfadis

Satu Diatas Tiga Nama

Senarai kisah telah tercurah
Antara hati dan raga
Kau toreh nama diatas hati
Bertintakan emas berwarna
Kelumit menjulang angkasa

Namun
Saat kau lukis tiga nama
Gulita seakan menelan
tenggelampun ku tak merasakan
Dustakan nama dua tuhan

Ku hanya bisa terdiam
Menerima rintihan hatiku
Oleh ulah sadismu
Aku terarak dalam sepi bisumu
Airmatalah terpaut utuh
Untuk membius cinta palsumu
Agar tak menyakiti hati teramat jauh

Ku tak ingin merupa angin nan membelaimu
Menawar asa indah dalam kalbumu
Kenang indah masa-mu
Tatkla kau ingkar jalanmu
Aku hanya ingin kau tahu
Aku disni, ada untukmu
Aku ada  untukmu

Tetapi
Kau meringkih, membisu dan menjauh
Menepis riang hatiku padamu
Ada aku melukaimu
Ada aku menyalahi
Biar
Biar waktu memberitahumu
Aku ada untukmu
Meski kau menjauh merangkai hati baru
Dalam bejana hitam ciprat tanya
Satu diatas tiga nama


Sentakkan hatiku
Teriakkan di relungku
Ku tak mampu menepis ragu ini
Aku terpalung cemburu

Kini
Aku telah jauh berlari
Memunggungi cerita penuh coretan ini
dan tak hendak berpaling lagi
Sampai waktu terhenti